» وَمَا كَانَ اللَّهُ لِيُعَذِّبَهُمْ وَأَنْتَ فِيهِمْ ۚ وَمَا كَانَ اللَّهُ مُعَذِّبَهُمْ وَهُمْ يَسْتَغْفِرُونَ «
“Dan Allah sekali-kali tidak akan mengazab mereka, sedang kamu berada di antara mereka. Dan tidaklah (pula) Allah akan mengazab mereka, sedang mereka meminta ampun.” (QS. aL-Anfal: 33).
Saudaraku,
Ibnu Abbas r.a menandaskan, “Bahwa Allah s.w.t menjadikan bagi umat ini dua pilar penyelamat mereka dari siksa di dunia selama dua pilar itu ada di tengah-tengah mereka. Satu pilar telah hilang dari sisi mereka (wafatnya Rasulullah s.a.w) dan pilar kedua tetap tertancap dalam hati mereka, yaitu senandung istighfar.” (Ahmad Syakir, ‘Umdat al-Tafsir: 2/121).
Dan bahkan dua pilar tersebut, menjadi benteng pula bagi kaum musyrikin. Tersebut dalam tafir al-Jalalain, “Dan tidak pula Allah s.w.t akan mengazab mereka (kaum musyrikin Quraisy), sedangkan mereka meminta ampun. Karena ternyata di dalam thawaf yang mereka lakukan mereka selalu mengatakan, “Ghufranak..ghufranak” ampunan-Mu, ampunan-Mu (ya Allah).”
Al-Qurthubi menambahkan, “Al-istighfar sekalipun terucap dari lidah musyrikin, mampu melindungi mereka dari mara bahaya dan warna keburukan bagi mereka.” Apalagi jika terlantunkan dari lisan insane beriman.
Walau pun menurut suatu pendapat dikatakan bahwa orang-orang yang meminta ampunan itu adalah orang-orang lemah dari kalangan kaum mukminin yang tinggal bersama orang-orang kafir sebagaimana yang telah dijelaskan dalam firman-Nya, “Sekiranya mereka tidak bercampur-baur, tentulah Kami akan mengazab orang-orang kafir di antara mereka dengan azab yang pedih.” (QS. al-Fath 25). Dan pendapat inilah yang dipilih oleh senior mufassirin; Ibnu Jarir al-Thabari.
Saudaraku,
Ali bin Abu Thalib r.a pernah berkata,
» اَلْعَجَبُ مِمَّنْ يَقْنَطُ وَمَعَهُ النَّجَاةُ « قِيْلَ لَهُ: » وَمَا هِيَ النَّجَاةُ؟ « قَالَ: »كَثْرَةُ الْاِسْتِغْفَارِ«
“Sungguh mengherankan, orang yang putus harapan (dari rahmat Allah) padahal ia mempunyai jalan selamat.”
Ada yang berkata, “Apakah jalan selamat itu?.”
Ia menjawab, “Memperbanyak istighfar.”
(Mawa’izh as shahabah, Shalih Ahmad al-Syami).
Saudaraku,
Adakah di antara kita selain para nabi dan rasul yang tak luput dari dosa, kesalahan, kekhilafan dan maksiat?. Tentu tidak ada. Mungkin kadar kesalahan yang kita lakukan cukup beragam kualitas dan kuantitasnya; bisa setiap pekan, setiap hari, bahkan setiap jam dan menit. Baik itu kesalahan dan kekhilafan yang berhubungan dengan hak Sang Maha pencipta, maupun kesalahan yang terkait dengan sesama makhluk yang tercipta.
Karena kita adalah manusia biasa. Jadi kesalahan dan khilaf itu lumrah kita lakukan. Namun yang jadi masalah adalah saat kita tak menyadari kesalahan dan kekhilafan yang sering kita lakukan. Bahkan terus berulang tanpa ada kepastian kapan akan berhenti terulang.
Saudaraku,
Imam Bukhari meriwayatkan bahwa Nabi s.a.w beristighfar dan bertaubat kepada Allah dalam sehari lebih dari 70 kali. Sedangkan dalam riwayat Muslim disebutkan bahwa beliau beristighfar dan bertaubat kepada Allah 100 kali dalam sehari. Kesimpulan yang dapat kita tarik adalah bahwa Nabi s.a.w beristighfar dalam sehari antara 70 sampai 100 kali.
Tersebut dalam sebuah atsar sahabat, bahwa Abu Hurairah r.a beristighfar dalam sehari seribu kali. Demikian pula dengan Ibnu Taimiyah, dalam sehari ia beristighfar seribu kali terkadang lebih dan kadang kurang dari itu.
Saudaraku,
Ada dua model orang yang salah dalam mensikapi dosa yang telah diperbuatnya.
Pertama; orang yang putus asa. Merasa bahwa ampunan Allah s.w.t telah tertutup untuknya. Karena dosa dan kesalahan yang dilakukannya dalam hidup tak terhitung jumlahnya. Putus asa dari rahmat Allah merupakan sifat orang-orang kafir. “Sesungguhnya tiada berputus asa dari rahmat Allah melainkan kaum yang kafir.” (QS. Yusuf: 87).
Kedua; orang yang tak sadar dengan dosa yang telah diperbuatnya. Adakah satu musibah yang lebih besar dari musibah ini?. Tentu tidak ada.
Yang terbaik dari kita selaku insan beriman adalah menjadikan istighfar sebagai profesi hidup kita. Istighfar setelah melakukan ketaatan, selepas meraih kemenangan dan sudah barang tentu setelah melakukan kesalahan dan dosa. Baik disengaja atau tidak. Sadar atau tidak. Dosa besar ataupun kecil. Dan begitu seterusnya.
Saudaraku,
Sudahkah kita beristighfar hari ini? Sejumlah istighfarnya Nabi s.a.w, para sahabat dan generasi terbaik sesudahnya?.
Mari kita awali aktifitas hari ini dengan senandung istighfar. Kita iringi amal shalih dan dakwah kita dengan istighfar. Dan kita sempatkan sebelum memejamkan mata dengan menggemakan istighfar. Semoga keberkahan hidup selalu menyapa dan menyertai hari-hari kita. Semoga. Aamiin. Wallahu a’lam bishawab.
Metro, 28 September 2017
Fir’adi Abu Ja’far. Lc.M.Sy
(Dosen Fakultas Syariah IAI Agus Salim Metro)